Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk
Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk mengakui, gaji atau penghasilan pilot asing di BUMN penerbangan itu lebih tinggi dibanding pilot lokal. "Ya, lebih tinggi dibanding pilot tetap WNI (warga negara Indonesia) karena mereka bekerja maksimal satu tahun, tahun ini saja," kata Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Tbk Capt Ari Safari kepada pers di Jakarta, Selasa (12/7/2011).
Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan pernyataan ratusan pilot PT Garuda Indonesia Tbk yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan menyatakan diri secara terbuka sedang resah. "Keresahan kami karena adanya diskriminasi kesejahteraan antara pilot asing dengan pilot lokal, baik posisi Captain maupun First Officer (FO)," kata Kuasa Hukum APG, Said Damanik, sebelumnya.
Said mengatakan, pilot lokal di BUMN penerbangan ini memperoleh rata-rata penghasilan dan fasilitas pendukung dua kali lebih rendah ketimbang pilot asing.
Ari Safari melanjutkan, kebijakan menggunakan pilot asing di Garuda bukan hal baru. Bahkan, pada 1970-an pilot asing yang dikontrak saat itu memiliki tunjangan perumahan di Singapura. "Sedangkan pilot Garuda di Indonesia (tunjangan perumahannya) dan memang penghasilan pilot asing jauh lebih tinggi," katanya.
Kondisi yang sama, lanjut Ari, akan dialami pilot Indonesia jika dikontrak bekerja di maskapai asing. "Contohnya, saya pada 1989 pernah bekerja sementara di Korea Airlines dan penghasilan saya ditambah fasilitas lainnya, jauh di atas pilot Korea," katanya.
Dengan demikian, menurut Ari, hal semacam itu sudah jamak di dunia penerbangan internasional.
Oleh karena itu, tambah Ari, apa yang dilakukan para pilot yang tergabung dalam APG itu hanya masalah kurang mengerti. "Dan, manajemen sebetulnya sudah merencanakan bertemu mereka besok (Rabu, 13/7/2011), setelah pada 28 Juni 2011 melakukan pertemuan serupa," katanya.
Terhadap ancaman mogok terbang jika tuntutan mereka untuk disetarakan dengan pilot asing di Garuda dalam dua pekan ke depan, Ari menilai, hal itu tidak perlu. "Sebab, berdasarkan ketentuan dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, mogok kerja bisa dilakukan jika manajemen dan serikat karyawan yang sebelumnya didahului dengan dialog bipartit maupun tripartit terjadi dead-lock," katanya. Demikian catatan online dari Belajar Ngeblog yang berjudul Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk.
Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan pernyataan ratusan pilot PT Garuda Indonesia Tbk yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan menyatakan diri secara terbuka sedang resah. "Keresahan kami karena adanya diskriminasi kesejahteraan antara pilot asing dengan pilot lokal, baik posisi Captain maupun First Officer (FO)," kata Kuasa Hukum APG, Said Damanik, sebelumnya.
Said mengatakan, pilot lokal di BUMN penerbangan ini memperoleh rata-rata penghasilan dan fasilitas pendukung dua kali lebih rendah ketimbang pilot asing.
Ari Safari melanjutkan, kebijakan menggunakan pilot asing di Garuda bukan hal baru. Bahkan, pada 1970-an pilot asing yang dikontrak saat itu memiliki tunjangan perumahan di Singapura. "Sedangkan pilot Garuda di Indonesia (tunjangan perumahannya) dan memang penghasilan pilot asing jauh lebih tinggi," katanya.
Kondisi yang sama, lanjut Ari, akan dialami pilot Indonesia jika dikontrak bekerja di maskapai asing. "Contohnya, saya pada 1989 pernah bekerja sementara di Korea Airlines dan penghasilan saya ditambah fasilitas lainnya, jauh di atas pilot Korea," katanya.
Dengan demikian, menurut Ari, hal semacam itu sudah jamak di dunia penerbangan internasional.
Oleh karena itu, tambah Ari, apa yang dilakukan para pilot yang tergabung dalam APG itu hanya masalah kurang mengerti. "Dan, manajemen sebetulnya sudah merencanakan bertemu mereka besok (Rabu, 13/7/2011), setelah pada 28 Juni 2011 melakukan pertemuan serupa," katanya.
Terhadap ancaman mogok terbang jika tuntutan mereka untuk disetarakan dengan pilot asing di Garuda dalam dua pekan ke depan, Ari menilai, hal itu tidak perlu. "Sebab, berdasarkan ketentuan dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, mogok kerja bisa dilakukan jika manajemen dan serikat karyawan yang sebelumnya didahului dengan dialog bipartit maupun tripartit terjadi dead-lock," katanya. Demikian catatan online dari Belajar Ngeblog yang berjudul Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk.